If I explain it to you anyway, you wouldn't understand

Kamis, 02 Juli 2009

Tidak "damai"!

Tau ga kenapa Polisi lalulintas kita "gemar" menilang?

Kalau sesekali anda melintas di sepanjang jalan Gatot Subroto sampai menuju Cawang diatas jam 8 malam, anda akan melihat beberapa aksi tilang yang dilakukan oleh POLANTAS kita baik kepada pengendara motor atau mobil.

Biasanya dilakukan oleh POLANTAS yang mengendarai motor besar, atau lebih akrab biasa kita sebut Polisi BM (atau BM saja), karena stiker BM di belakang motor mereka.
Karena sering pulang malam, saya sering mengendarai motor saya dibelakang BM, dan sering kali mereka melakukan aksi memberhentikan, atau bahkan mengejar kendaraan yang dianggap melanggar. Biasanya kalau motor, yang lampu rem-nya mati...ini yang paling sering.

Saya setuju sepenuhnya dengan menegur atau menilang pengendara yang nakal atau melanggar aturan, memang banyak sekali pengendara kita yang tidak tahu aturan, nakal atau sekedar tidak perduli.

Yang saya prihatin adalah proses tilang ini, kata "damai" ini yang merusak semuanya, dan sama sekali tidak mendidik pengendara nakal tersebut.

Oke, aturannya begini. Sesuai peraturan lalulintas, ada denda yang harus dibayar oleh pelanggar kepada negara, melalui proses sidang (singkat) sesuai dengan kesalahannya. Jumlahnya bisa beragam, berkisar antara Rp 35,000 sampai ratusan ribu.
Untuk motor, untuk setiap (satu) kesalahan dendanya Rp 35,000. Jadi kalau anda ditilang karena tidak pakai helm dan melanggar lampu merah, dendanya Rp 70,000.

Ini kalau resmi...tidak terlalu mahal kan.

Namun banyak pengendara yang tidak tahu besaran ini, dan alasan-alasan lain, misalnya "buru-buru", atau males panjang urusan, dll.
Disinilah biasany Polisi "menawarkan" jasa "sidang ditempat"....tidak ada dalam peraturan lalulintas yang mengatur "sidang ditempat" ini.

Akhirnya pengendara mengeluarkan uang yang mungkin lebih besar dari jumlah resmi dari denda tersebut. Anda rugi, dan tidak mendidik aparat tersebut untuk bertindak professional.

Yang lebih memprihatinkan lagi adalah cerita dibalik surat tilang tersebut. Saya tidak bicara soal "slip merah" dan "slip biru", anda bisa googling sendiri untuk hal ini.
Seorang POLANTAS bisa memiliki surat tilang itu dengan membelinya di kantor mereka masing masing (saya tidak tau persisnya dibagian mana), tapi benar mereka membeli...dengan uang lah pasti...uang mereka pribadi. Setau saya satu rangkap surat tilang itu bisa mencapai Rp 10,000 jadi tidak mungkin mereka mau memberi surat tilang tersebut dengan nilai denda "sidang ditempat" yang lebih rendah.
Bayangkan bagaimana rasanya apabila anda harus mengeluarkan uang untuk sesuatu yang sudah menjadi pekerjaan/kewajiban rutin anda, tanpa ada penggantiannya.
Memangnya mereka kerja sukarela?

Ditambah lagi, biaya perawatan kendaraan mereka biasanya ditanggu sendiri oleh polsek dan polres masing-masing, apalagi di pelosok-plosok, anggaran mereka sangat terbatas. Tidak jarang mereka harus merogoh kocek mereka sendiri.

Situasi ini membuat proses tilang-menilang ini menjadi "mata pencarian" atau sampingan dari gaji pokok mereka yang mohon maaf, juga tidak sepadan dengan resiko pekerjaan mereka.
Coba saja lihat, biasanya setiap mendekati hari raya, mereka lebih rajin lagi menilang.

Mungkin kejar setoran untuk beli baju baru anak dan istri...kan kasian banget.

Ini benar-benar memprihatinkan...pemerintah kita benar-benar kacau.

Lanjut. Dari beberapa pengalaman teman saya....yang doyan ditilang, kawan saya ini lebih memilih untuk bilang "sidang saja pak" dan kemudian meminta slip biru tersebut.
Sebagian besar polisi akhirnya hanya menegur, tidak menilang dan kawan saya melanjutkan perjalannya.

Tapi pernah suatu saat, polisi tersebut memberikan slip birunya dan kawan saya ini pergi ke Bank untuk membayar denda tersebut sekaligus mengambil SIM-nya yang ditahan (ini prosedur standar). Dalam slip biru tersebut disebutkan ke nomor rekening mana kita harus membayar dendanya, tapi dalam kenyataan, nomor tersebut dicoret dan diganti nomor rekening lain yang tidak jelas milik siapa.

Kalau ini sih sudah jelas pidana namanya bisa masuk korupsi dan penggelapan uang negara.
Coba bayangkan berapa (ratus) miliyar uang negara yang lenyap setiap tahun, dari kelakuan ini saja, sedangkan jalan masih banyak yang bolong, dan masih banyak orang miskin yang perlu ditolong.

Sangat parah...sampai miris saya dengernya, sedemikan terkikisnya kah integritas aparat kita?

Sampai timbul joke yang bilang kalau di Indonesia cuma ada 3 polisi yang jujur....polisi tidur....patung polisi....dan KAPOLRI pertama Indonesia (saya lupa namanya siapa).

Jadi, cobalah untuk tidak "damai" dalam hal ini, secara tidak langsung kita membantu diri kita sendiri untuk lebih disiplin dan membantu polisi kita untuk tidak korup.

1 komentar:

dasiLia mengatakan...

"Sampai timbul joke yang bilang kalau di Indonesia cuma ada 3 polisi yang jujur....polisi tidur....patung polisi....dan KAPOLRI pertama Indonesia (saya lupa namanya siapa)"... iya juga sih ya Mas Dik...hahhahaha...

Btw, mang bener Mas, kejadian kyk tilang menilang trus damai... sering banget terjadi. Dan untuk angkutan umum, Patas, kopaja pun sering terjadi tilang menilang damai itu... dan parahnya Ukie pernah liat, kadang para kondektur bis-bis itu 'ngasih tanda damai' ke polisi itu ga sama besarnya seperti yg Mas Dika tulis, kadang malah dibawah itu. Dan herannya tuh polisi pada kagak ada yg malu ya dilihat penumpang bis-bis itu, mereka cuek aja nerimo 'tanda damai' dr para kondektur bis-bis itu, ck ck ck ck... parah banget ya... Udh ga malu banget mereka... kacauuu...

Posting Komentar